Sponsor

12/04/2015

Pengalamanku Dioral ABG

Perkenalkan namaku Maman, umurku sekarang sudah menginjak kepala empat, aku bekerja disebuah peruasahaan terkemuka dikota jogja karta. Aku sudah mempunyai istri dan  2 orang anak. Ditempatku bekerja aku bisa disebut sebagai kariawan yang berprestasi, karena setiap pekerjaan aku lakukan selalu tepat waktu dan selalu menunjukkan hasil yang maksimal sehingga membuat bosku merasa senang dan memberikan predikat tersebut kepadaku. bosku juga menyuruhku untuk mengikuti seminar agar kepandaian dan ketrampilanku meningkat, aku pun langsung menyutujinya. Cerita Dewasa

Cerita Sex Pengalamanku Dioral ABG

cerita sex abg, cerita sex abg sange, cerita sex abg oral, cerita sex ngentot abg sange
Cerita Sex Pengalamanku Dioral ABG

Dari seminar ini lah ceritaku dimulai. Ketika itu aku mengahdiri seminar didaerah jogja karta tepatnya didaerah sekitar gunung merapi selama seminggu. Di hotel yang sudah ditentukan panitia aku melihat banyak muda-mudi juga yang mengikuti seminar dari bebrapa perusahaan lain. Aku melihat hanya ada bebrapa saja yang seumuran denganku, yang lainnya aku lihat umurnya masih dangat muda-mda sekali sekitar 25-30 tahunan. Disitulah aku merasa senang, karena aku bisa melihat pemandangan gadis-gadis muda yang berpakaian super seksi dengan berbalutan rok mini, sehingga paha putih mulus gadis-gsdis itu bisa terlihat dengan jelas. Cerita Sex

Namun diantara gadis-gadis cantik yang ada diseminar itu, aku melirik satu gadis yang sosoknya sangat menarik perhatianku. Umurnya masis muda sekitar 27 tahunan, berwajah imut, berambut hitam panjang, hidungnya mancung, bibirnya tipis sekali dan juga tubuhnya yang sangat menggoda kaum lelaki. Payudaranya terlihat menonjol diluar kemeja putih setrit yang dikenakannya dan juga pantatnya yang bulat terlihat begitu ranum dibalik rok hitam mini yang dikenakannya. Sungguh aku sangat terpesona dengan gadis muda itu. Cerita Mesum

Ketika acara istirahat siang mereka sudah pada ngobrol satu sama lain, saling curhat, saling mencari “jodoh” masing-masing. Dan pada malam kedua itu kelihatannya mereka sudah saling akrab bahkan hampir dari semua peserta pada malam itu sesudah pelajaran selesai kira-kira pukul 21. 30 WIB mereka memutuskan untuk jalan-jalan keliling sekitar penginapan sampai ke Gardu padang untuk melihat pemandangan alam di sekitar Gunung Merapi malam hari. Dan sungguh menakjubkan, pada malam terang bulan itu Merapi terlihat indah, gagah, namun menyimpan rahasia alam yang tak dapat diraba oleh panca indera. Dalam perjalanan malam itulah saya mulai menemukan “jodoh” untuk diajak bincang-bincang secara dengan dekat atau curhat bahasa populernya. Cerita Sex Terbaru

Sebut saja teman saya tadi Dilla. Masih muda sekitar 27 tahun, belum kawin katanya, namun sudah punya pacar. “Pacarku itu lho Om (begitu dia panggil saya) yang antar aku ke sini tempo hari”. “Oh, yang antar kamu tempo hari to Wuk” sahutku. Hari-hari selanjutnya semakin akrab aku memanggil dia dengan panggilan Wuk, dan dia memanggilku dengan Om. “Kok, panggil aku Om, gimana sih?” godaku. “Gini Om, soalnya dari perkenalan kemarin, Om umurnya sudah sebaya dengan umur Pak Lik atau Paman saya, jadi ya kupanggil saja Om. Nggak apa-apa kan?” sahutnya. “Oh, begitu to, oke deh” sahutku pula. Pada Ju’mat pertama, saya coba ajak Dilla untuk jalan-jalan setelah akhir pelajaran.Cerita Ngentot

Waktu itu jarum jam menunjukkan pukul 22. 00 WIB. “Wuk, belum ngantukkan?” tanyaku. “Belum Om, ada apa?” Dilla balas bertanya. “Yuk, kita jalan-jalan ke gardu pandang!” ajakku. “Siapa aja yang akan kesana Om?” tanyaknya lagi. “Aku nggak tahu, aku hanya ajak kamu jalan-jalan malam ini, kan besok malam Minggu diberi kesempatan pulang ke rumah masing-masing, jadi ini kesempatan malam terakhir minggu pertama untuk jalan-jalan. Kalau yang lain ada yang ikut aku nggak keberatan, kalau tak ada yang ikut pokoknya aku ajak kamu aja, mau kan?” aku coba merayu. “Gimana ya Om?” dia agak ragu menjawab. “Aku sih sebenarnya juga ingin jalan-jalan, tapi kalau hanya kita berdua gimana, ya, aku tak enak sama teman-teman yang lain”, lanjutnya. “Ya nggak usah dipikirkan, tuh mereka sudah membuat kelompok-kelompok sendiri!” sahutku pula. Cerita Sex ABG

Dilla diam sebentar dan akhirnya memutuskan mau kuajak jalan-jalan malam itu, hanya berduaan saja. Sepanjang jalan aku dan Dilla ngobrol tentang keadaan kantor masing-masing, tentang keadaan alam, tentang keluarga, dan ngomong apa saja untuk menghilangkan kejenuhan selama perjalanan ke gardu pandang. Setelah jalan beberapa ratus meter melewati tanjakan dan tikungan tiba-tiba melewati tikungan yang cukup gelap karena lampu penerangan jalan yang mati. Dilla berhenti sebentar dan berkata” Om, gelap tuh jalan, gimana yuk balik aja”. “Balik, tanggunglah yau, kan gardu pandang tinggal beberapa puluh meter di depan, setelah tikungan itu kan?” sahutku. “Iya tapi kan cukup gelap, aku agak takut” sahutnya pula. “Nggak apa-apa, ada aku kok (gayaku sok berani), yuk terus!” sahutku sambil secara reflek menarik tangannya dan kugandeng terus melewati kegelapan. Dilla, terus mengikuti, malah memegangku semakin erat dan semakin dekat jaraknya tubuhnya dengan tubuhku.Cerita Sex DaunMuda

Tercium, bau parfum yang wangi dari tubuhnya. Hal ini semakin ingin aku menggandengnya lebih lama. Akhirnya aku dan Dilla melewati jalan gelap sambil bergandeng tangan terus sampat tempat gardu pandang. Disana sudah ada beberapa pasangan muda-mudi yang juda duduk-duduk sambil memandang keindahan Gunung Merapi. “Om, lepasin dong tangannya” pintanya. “Oh maaf, ya Wuk, aku sampai lupa, habis hangat sih” godaku. “Om, nakal, besuk kuberitahu lho istri om, biar dimarahi” sahutnya. “Eh, ngancam, ya? Besuk juga kuberi tahu pacarmu, hayo” balasku pula. Dilla mencubit tanganku, namun secara cepat kupegang tangannya erat-erat dan kutarik tubuhnya mendekati tubuhku, kutarik lagi hingga tubuh kami berdua berdekatan. “Ssst.. nggak usah ribut, nanti pada menengok dan melihat ke sini semua” bisikku di telinganya. Mata kami saling memandang, dan Dilla pun tersenyum. Cerita Sex Selingkuh

“Oke, Om, nggak usah lapor-laporan, ya” ucapnya pelan, kemudian aku pun membalas senyumnya. “Iya deh, Oreo, setujukan?” Akhirnya malam itu kami duduk-duduk untuk beberapa lama, ngobrol, sambil menikmati pemandangan dari gardu pandang, yang pada waktu itu Merapi telah diselimuti kabut cukup tebal. Jarum jam telah menunjukkan jam 1 malam waktu setempat, hawa di pegunungan itu semakin terasa dingin, satu persatu, sepasang demi sepasang, mereka mulai meninggalkan gardu pandang. Aku pun mengajak turun Dilla menuju tempat penginapan kami. “Om, dingin sekali ya, Om dingin nggak? tanyanya. “Ya dingin sahutku pula, gimana to? tanyaku pula. “Nggak apa-apa kok, yok kita turun” lanjutnya. Cerita Sex HOT

Tanpa berkata ba, bi, bu, ku gandeng tangan Dilla, dia tak menolak, aku semakin berani untuk segera merangkulnya. “Gimana Wuk? hangat kan? tanyaku. “Om, nakal, besuk aku bilangan, sama istri Om” sahutnya. “Eit, kita kan udah janji, Oreo-kan” kataku pula. Akhirnya Wiwk diam saja kurangkul dan kudekap sepanjang perjalanan menuju penginapan, mungkin merasa hangat dan lebih tenang seperti yang kurasakan. “Lepasin Om tangannya” katanya setelah terlihat penginapan yang tinggal beberapa puluh meter. Kulepaskan tanganku dan aku sengaja menyenggol bukitnya yang ternyata cukup besar.Cerita Sex Bispak

Dilla hanya diam saja. “Dah.. Dilla..” kataku ketika kami berpisah dan menuju kamar masing-masing. “Dah.. Om, nakal” sahutnya sambil tersenyum. Sabtu sore itu kami diberi kesempatan untuk pulang mengengok keluarga masing-masing. Aku pulang sendiri, Dilla dijemput oleh pacarnya, yang ternyata juga tidak begitu ganteng. “Selamat jalan, ya, hati-hati” kataku sambil mengulurkan tanganku untuk bersalaman. Dilla pun menjawab “Terimakasih, Om, ini kenalkan, pacarku”. Aku pun terus bersalaman dan berkenalan dengan pacarnya. “Feri” katanya singkat. “Maman” jawabku singkat pula. “Senang ya punya pacar cantik, kok diajak pulang sore ini, mengapa tak nginap di sini aja berdua, sekaligus bermalam minggu di sini. Kalau mau nanti aku mintakan izin sama panitianya. Aku kenal kok sama ketua panitia kegiatan ini” godaku pula.

Mereka berdua saling berpandangan dan tersenyum malu. “Nggak usah lah yau, nanti ndak lupa daratan” sahut mereka berdua hapir bersamaan. “Oke, kalau gitu selamat jalan, dan sampai jumpa” aku berkata demikian sambil melambaikan tangan. Mereka berdua pun melambaikan tangan, menghidupkan mesin motornya dan melesat turun ke kota. Ketika aku masih bengong melihat Dilla dengan pacarnya sudah melesat pergi, tiba-tiba dari belakang di tepuk pundakku oleh Pak Bandung, salah seorang panitia yang telah kukenal sebelumnya. “Hayo! Dik Maman jangan bengong aja, dulu waktu muda kan pernah kayak gitu, ingat lho Dik Maman, anak dan istri telah menunggu dirumah untuk berakhir pekan” katanya.

Aku pun terkejut, “Oh, nggak apa-apa kok Pak, saya cuma setengahnya tidak percaya, itu lho gadis cantik kayak gito kok pacarnya biasa saja, nggak ganteng, kalau dipikir-pikir justru lebih ganteng saya to Pak” jawabku pula. Dan sambil menghidupkan mesin aku langsung tancap gas turun gunung, mampir sebentar di warung pinggir jalan, membeli juadah tempe serta wajik untuk oleh-oleh anak istri yang telah menunggu di pondok mertua indah.

Senin pagi itu para peserta kursus telah berdatangan lagi untuk melanjutkan menimba ilmu kearsipan. Kulihat Dilla juga telah datang dan tengah menikmati sarapan pagi yang memang telah disediakan oleh pihak panitia. Aku mendekat dan menyapa”Pagi Wuk, gimana kabarnya, gimana malam minggunya, asyikkan, saya tahu lho Wuk malam itu kamu tidak pulang ke rumah tapi entah bermalam dimana” kataku mencoba menebak-nebak sambil duduk didekat Dilla yang lagi sarapan pagi. “Ah, Om ini sok tahu, kalau ya terus mau apa, kalau tidak trus gimana” jawabnya agak ketus. “Ya, nggak apa-apa, wong aku cuma bercanda, kok” aku balas menjawab. “Gimana Wuk, nanti habis pelajaran malam kita jalan-jalan lagi, ya. Nanti jalan-jalan dengan route yang lain dengan kemarin, oke?” aku mengajak Dilla.

Dilla pun mengangguk tanda setuju. Malam itu setelah pelajaran malam berakhir pukul 21. 30 kami berdua jalan-jalan mengelilingi taman parkir, gardu pandang, telogo nirmolo, dan akhir berhenti duduk-duduk karang Pramuka. Saat itu Dilla memakai jaket tebal dan celana jeans ketat. Dalam keremangan malam terlihat bentuk kakinya yang indah sesuai dengan tinggi badannya. “Dingin Wuk?” tanyaku membuka percakapan. “Ya dingin, mana ada tempat di Kaliurang yang hangat” jawabnya. “Ada saja” jawabku “Dimana” tanyanya lagi “Ya, disini” jawabku sambil aku menggeser pantatku dan duduk berdekatan dengannya. “Dimana Om?” Dilla pun bertanya lagi “Ya.. disini, coba pejamkan mata sebentar!” perintahku.

Dilla pun memejamkan mata. Pelan tapi pasti Dilla pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja. “Dimana Om,? dia bertanya lagi “Disini” jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya. “Om, nakal” Dilla meronta tapi aku tetap meneruskan pelukanku bahkan semakin erat dan akhirnya perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan pelukanku bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat. Peluk dan terus peluk, kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya, mencium bibirnyanya. Dia ternyata menerima dan membalas ciumanku dengan hangat. “Oh.. Om..” desahnya pelan “Oh.. Wuk, cantik sekali kau malam ini” rayuku pula.

Tanganku selanjutnya menelusuri tubuh dibalik jaketnya yang tebal. Aku sedikit kaget karena Dilla hanya memakai kaos “adik” singlet yang agak tebal. “Nggak usah terkejut Om, aku sering melakukan ini dengan pacarku” bisiknya. “Lho, katamu dingin, kok pakai singlet?” aku balas bertanya. “Iya, tadi dingin, tapi sekarang sudah agak hangat, kan ada pemanasnya” celotehnya pula. “oo begitu, baru hangatkan? Oke kalau begitu nanti kubuat kamu lebih hangat lagi, kalau perlu sampai panas” lanjutku sambil terus mengelus, meraba tubuhnya. Dan akhirnya sampai dibukit yang cukup besar dan kiranya mulai menegang. Tanganku berhenti sebentar dibukitnya yang kenyal, kemudian mulai kuremas-remas dengan kedua tanganku dari arah belakang. Dilla mulai melenguh kenakan.

“Oh.. Om, terus-terusin Om.., Om.. teruus” Dilla terus merengek. Kemudian dia berbalik dan tangannya juga mulai mememeluk tubuhku semakin erat. Tangannya menuntun tanganku dari bawah kaosnya menuju bukitnya dan ternyata juga tidak memakai BH. Kuremas pelan-pelan dan semakin cepat seiring dengan rengekannya. Kami berdua saling berpelukan, saling berciuman, melumat bibir, saling meremas, entah berapa lama. Kami semakin tidak sadar kalau berada diruang terbuka. Disekeliling kami hanya pepohonan hutan cemara dikeremangan malam, diiringi suara cengkerik, belalang serta binatang malam lainnya, dipinggir tanah lapang itu. Kami pun tidak akan tahu seandainya disekeliling lokasi itu ada yang melihat baik sengaja mengintip atau tidak sengaja melewati daerah itu. Permainan terus berlanjut diudara terbuka itu. Dilla pun segera mengarahkan tangannya ke daerah selangkanganku, mengelus dari luar celanaku.

Tahu bahwa “adik”ku telah bangun, Dilla pun segera memelorotkan celanaku yang kebetulan waktu itu hanya memakai training. Segera dikeluarkannya batang kemaluanku yang telah tegak dan selanjutnya Dilla mengemot-emot, memainkan lidahnya dikepala kemaluanku dengan semangat. Hal ini membuatku lupa dengan istri dirumah yang belum pernah melakukan hal yang demikian. “Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss.. enak Wuk, teruuss..” Dan crot, crot, crot.., crot, crot.., crot.., muncratlah spermaku dalam mulutnya yang mungil dan sebagian lagi mengenai wajahnya yang cantik.

Aku hanya memejamkan mata keenakan. “Enak Om?” tanyanya. Aku hanya mengangguk, mulut rasanya sulit berkata karena hampir tak percaya kejadian yang baru saja tadi. Ini adalah hubungan Sex ku yang pertama dengan selain istri, walaupun baru sebatas oral seks. Dan ternyata menimbulkan kesan lain yang mendalam selain juga mengasyikkan. “Aku bersihkan ya Om” dan tanpa berkata lagi Dilla mengulum-ulum batang kemaluanku, menjilat-jilat membersihkan sisa-sisa sperma yang masih menempel sampai bersih, sih. “Oh, Wuk..” Sadar berada di alam terbuka, aku segera melihat jam tanganku. Jarum jam telah menunjukkan angka 23. 15. Aku segera mengajak Dilla meninggalkan tempat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar